Minggu, 29 Juni 2014



MERDEKA.COM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku sudah mendapat pengaduan terkait Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang kesulitan membayar imbal hasil atau return kepada nasabahnya.
Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S. Soetino mengatakan, pihaknya tidak akan lepas tangan atas persoalan ini.
Persoalan semacam ini menjadi tugas dan tanggung jawab Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi yang dibentuk oleh OJK.
"Kasus ini saya baru dengar, ini yang pertama, memang harus tugas Satgas," ujarnya kepada merdeka.com, Jakarta, Selasa (15/4).
Dia menuturkan, penyelesaian persoalan ini juga perlu campur tangan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Sebab, OJK belum punya payung hukum untuk menanggani persoalan yang berhubungan dengan koperasi.
"Ini kan terkait koperasi jadi harus ada izin Kementerian Koperasi bukan ada di OJK. Tapi saat ini kami sedang pelajari pengaduan tersebut," jelas dia.
Sebagai regulator, OJK hanya dapat memberikan edukasi kepada para konsumen agar tak mudah menyertakan investasi.
"Edukasi kami terus berikan, kita juga harus melihat apakah perusahaan tersebut laporan keuangan jelasnya, dananya cukup, apalagi jumlah dananya cukup besar," ungkapnya.
Sebelumnya, anjloknya harga komoditas batu bara di pasar dunia membuat bisnis pertambangan lesu sejak beberapa tahun terakhir. Imbasnya bukan hanya dirasakan perusahaan-perusahaan yang lini bisnis utamanya di sektor pertambangan, tapi juga menjalar ke bisnis lain yang tidak secara langsung berkaitan dengan sektor ini.
Salah satunya yang terjadi pada PT Cipaganti Citra Graha (Cipaganti Group). Perusahaan yang lini bisnisnya di sektor transportasi ini sejak beberapa tahun terakhir mencoba peruntungan dengan menggarap sektor pertambangan melalui anak usahanya, PT Cipaganti Inti Resources.
Namun saat ini bisnis Cipaganti di sektor tersebut ikut lesu lantaran anjloknya harga komoditas batu bara di pasar internasional. Belum lagi bisnis alat berat yang juga mengalami penurunan operasi sekitar 70 persen.
"Awalnya memang lini usaha kami yang bergerak di bidang batu bara mengalami kekeringan likuiditas, di mana harga batu bara mengalami penurunan sejak akhir tahun lalu hingga saat ini pun masih mengalami penurunan," ujar Sekretaris Perusahaan Cipaganti Citra Graha, Cece Kadarisman kepada merdeka.com, Selasa (15/4).
Kesehatan Cipaganti Grup pun mulai terganggu. Cece menyebutkan, per Februari 2014, Cipaganti terbelit utang hingga Rp 77 miliar. Kondisi ini berimbas ke lini bisnis Cipaganti yang lain yaitu Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Dana kelolaan yang diputar di perusahaan pertambangan milik Cipaganti menjadi tak maksimal karena kinerja bisnis pertambangan yang lesu.
Perusahaan pun harus rela menjual aset-asetnya untuk melunasi utang. Tidak hanya itu, penjualan aset tidak produktif dilakukan untuk memenuhi kewajiban Koperasi Cipaganti memberikan imbal hasil kepada nasabah setiap bulannya. Sebab, selama ini Koperasi Cipaganti kesulitan membayar return per bulannya.
"Kami akan tetap melunasi utangnya, mungkin bisa melalui perbankan, namun opsi lain kami akan melunasi melalui pendanaan dari penjualan alat berat maupun kendaraan yang sudah tak lagi produktif untuk bayar nasabah," katanya.
Koperasi Cipaganti menawarkan keuntungan atau imbal hasil setiap bulan berkisar antara 1,4 persen sampai dengan 1,6 persen disesuaikan dengan masa kemitraan yang dipilih oleh investor yaitu antara 1 sampai 5 tahun. Untuk tenor satu tahun, imbal hasilnya 1,4 persen per bulan. Sedangkan untuk tenor dua tahun sekitar 1,5 persen per bulan dan 1,6 persen per bulan untuk tenor tiga tahun Untuk tenor 4-5 tahun, imbal hasilnya bisa mencapai 1,65-1,7 persen per bulan.

 https://id.berita.yahoo.com/ojk-pelajari-kesulitan-koperasi-cipaganti-bayar-imbal-hasil-103039494.html

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar anda.